Revitalisasi Gedung Tugu Kunstkring Paleis
Pendahuluan
Proses revitalisasi adalah memasukkan fungsi baru kedalam bangunan
tersebut maka fungsi tersebut harus bisa menghidupkan dan membiayai bangunan
itu sendiri. Oleh karena itu fungsi biasanya merupakan komersil. Banyak yang
menggunakan bangunan cagar budaya sebagai tempat komersil karena memang fungsi
awalnya sebagai tempat komersil atau ingin memanfaatkan suasana yang dibentuk
oleh bangunan tersebut.
Revitalisasi
sering disamakan dengan adaptive re-use karena memasukkan fungsi baru yang
sesuai ke dalam bangunan cagar budaya. Adaptive sendiri berasal dari kata adapt
yang berarti penyesuaian, sehingga secara sederhana adaptive re-use bisa
diartikan penggunaan kembali dengan penyesuaian. Menurut Steven Groak
(1992) adaptasi ini menurutnya adalah kemampuan ruang untuk menyesuaikan fungsi
sesuai dengan penggunanya. Dengan kata lain fungsi ruang dapat berubah-rubah
sesuai dengan penggunanya walaupun pada tahap awal telah ditentukan fungsinya.
Sedangkan dalam proses konservasi yang dimaksud dengan adaptive re-use bukan
hanya ruang tersebut yang mengikuti fungsi tetapi juga sebaliknya yaitu fungsi
yang akan dimasukan disesuaikan dengan ketersediaan ruang yang ada. Sehingga
apabila akan dilakukan penyesuaian ruang mengikuti fungsi tersebut tidak
terlalu banyak yang diubah.
Berdasarkan lapisan bangunan yang dikemukakan oleh Brand (1994), yang
memungkinkan untuk diubah dalam revitalisasi adalah skin (hanya interiornya),
service, space plan, dan stuff. Mengenai apa saja yang boleh untuk dilakukan
perubahan harus disesuaikan dengan pada golongan apa bangunan itu digolongkan.
Namun sayangnya belum ada aturan secara mendetail dan perjanjian secara
tertulis bagian bagian apa saja yang boleh dirubah dan bagaimana merawat suatu
bangunan cagar budaya.
Sejarah Gedung Tugu Kunstkring
Gedung Tugu Kunstkring mulai dibangun pada 1913,
setelah NV De Bouwploeg menghibahkan sebidang tanah yang strategis di Entrée Gondangdia yang baru saja
dikembangkan. Lahan tersebut diberikan karena Moojen di samping mengerjakan
tugasnya sebagai seorang arsitek maupun planolog, ia juga banyak bergaul dengan
seniman dan pecinta seni di Batavia. Bersama-sama kawan-kawanya, pada 1907, Moojen mendirikan Lingkar Seni
Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Kunstkring). Tiga tahun pertama, Moojen
menjadi sekretaris perkumpulan tersebut. Empat belas tahun seterusnya, dia
menjabat ketua.
P.A.J. Moojen,
selain ditunjuk oleh perkumpulan tersebut sebagai ketua sekaligus sebagai arsitek
gedung tersebut. Gedung Bataviasche Kunstkring diresmikan oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Willem Frederik Idenburg pada 17 April 1914. Pada saat
peresmian tersebut dibarengi dengan gelaran pameran pertama yang terdiri dari
karya-karya pelukis Belanda yang lahir di Hindia Belanda. Ruang-ruang di gedung
yang luas juga dipergunakan untuk pertunjukan musik dan ceramah. Buku-buku
tentang kesenian dikumpulkan dalam perpustakaan khusus untuk melayani
masyarakat yang berminat. Gedung ini lantas menjadi pusat berkumpulnya para
pecinta seni amatir, untuk mengadakan pertunjukan musik, belajar seni,
memamerkan karya mereka, atau sekadar mencari inspirasi.
Sejarah juga
mencatat, bahwa fungsi gedung ini pernah mengalami perubahan. Kunstkring
berfungsi sebagai pusat seni berlangsung hingga tahun 1936. Ia sempat digunakan
sebagai kantor pusat Madjlis Islam Alaa Indonesia (1942-1945) dan kemudian
menjadi Kantor Imigrasi Jakarta Pusat (1950-1997), sebelum kemudian terkena
ruilslag lalu berpindah kepemilikan ke tangan swasta. Saat pengalihan status
ini, gedung ini sempat terbengkelai dan dijarah, lalu kembali dipugar dan
diresmikan pada tahun 2007. Kemudian gedung ini pernah menjadi Budha Bar yang
namanya sempat menjadi kontroversi dan diprotes oleh umat Buddha.
Sejak April
2013, bangunan legendaris Bataviasche Kunstkring ini telah dibuka kembali
dengan nama Tugu Kunstkring Paleis, dan dibawa kembali ke kehidupan awalnya
menjadi gedung seni yang cantik oleh Tugu Hotels & Restaurant Group. Tanpa
mengubah keindahan arsitekturnya, pengelola menyegarkan suasana dalam gedung
melalui interior klasik yang megah dan mengisinya dengan koleksi karya seni
yang indah. Hal ini untuk menciptakan suasana yang selaras dengan tujuan
didirikan Tugu Kunstkring Paleis ini, yaitu seni, jiwa, dan romansa Indonesia.
|
Perkembangan
Kunstsring
Perubahan Periode
Konservasi-Buddha bar
Pada periode Buddha bar terjadi penambahan dan
perubahan di beberapa bagian gedung
Kunstkring. Untuk interiornya yang berubah cukup signifikan adalah pelapisan dinding dan lantai. Maksud dari pelapisan dinding dan lantai ini agar tidak merusak bangunan utama. Perubahan-perubahan ini meliputi:
|
|||
|
|||
Lantai Dasar Gedung Kunstkring konservasi-Buddhabar
Kiri: periode konservasi, Kanan: periode Buddha bar
|
|||
|
|||
Lantai dua Gedung Kunstkring
konservasi-Buddhabar
Kiri : periode konservasi, Kanan : periode Buddhabar
Pada periode ini terjadi perubahan yang tidak sesuai dengan aturan dan
syarat-syarat konservasi. Yaitu penambahan gedung baru sebagai dapur yang
menempel dengan bangunan utama, penambahan lift, penambahan teras, dan
penghilangan pintu. Namun ada beberapa juga yang sifatnya reversible dan sesuai
aturan yaitu pelapisan bagian dinding, lantai, plafon.
Perubahan
Periode Buddhabar-Tugu Kunstkring
2004-2011
2013-
Lantai dua Gedung Kunstkring Buddhabar-Tugu Kunstkring
Kiri : periode Buddhabar, Kanan : periode Tugu Kunstkring
Pada
perbandingan gambar diatas bisa terlihat bagian-bagian mana saja yang telah terjadi
perubahan pada periode Buddha bar namun tetap dipertahankan, ada yang dirubah
lagi, dan perubahan baru yang terjadi pada periode Tugu Kunstkring. Bagian
perubahan yang tetap dipertahankan antara lain dihilangkannya tembok pada
bagian resepsionis, teras bagian depan, penambahan lift, penambahan bangunan
baru sebagai dapur, perubahan letak pintu bagian utara. Perombakan perubahan
terjadi pada bagian sisi timur dan barat, pada periode Buddha bar ini merupakan
serambi dan tempat makan outdoor namun pada periode Tugu Kunstkring serambi ini
ditutup bagian sisi timur dialih fungsikan menjadi toko souvenir dan sisi barat
menjadi bar. Sedangkan perubahan baru terletak pada tembok sisi barat dan utara
ruangan utama. Pada periode Buddha bar sisi barat pintu dihilangkan sehingga
sedangkan pada periode Tugu Kunstkring tembok ini ditutup kembali. Beberapa
perubahan ini sifatnya reversible tapi ada beberapa perubahan juga yang
menempel pada bangunan utama.
Perubahan
Periode Konservasi -Tugu Kunstkring
Apabila membandingkan
langsung saat periode konservasi dengan periode Tugu Kunstkring yang sekarang
banyak sekali perubahan yang terjadi. Untuk menghadirkan kesan megah dan
menghadirkan unsur kerajaan maka Pak Anhar menghadirkan unsur keraton
Mangkunegara dan unsur chinese (karena ia berasal dari etnik tionghoa).
Unsur keraton dibalut dengan nuasa emas sedangkan
unsur chinese dengan nuasa merah.
Gedung Kunstkring
Kiri: periode konservasi,
Kanan: periode Tugu Kunstkring
Terjadi
perubahan terutama pada warna cat dan penambahan ornamen yang bertujuan untuk
dekoratif. Penambahan canopy pada pintu bagian atas dimaksudkan sebagai
dekoratif saja bukan merupakan fungsional. Penambahan warna emas memberi kesan
megah pada gedung guna menyesuaikan sasaran pengguna gedung yaitu golongan
menengah keatas.
Pada lobby
terlihat perubahan pada penurunan level langit-langit dan perubahan lantai.
Penambahan langit-langit ditujukan untuk menutupi pemasangan ducting ac dan
electrical. Perubahan ini terjadi pada keseluruhan gedung, dan sudah terjadi
semenjak periode Buddha bar. Sesuai dengan konsep awalnya yaitu kemegahan
interiornya dibalut dengan nuansa emas dan merah untuk memberikan kesan mewah
seperti di kerajaan. Sedangkan perubahan pada lantai dengan menggunakan lantai
kayu agar memberikan kesan mewah dan penyerasian.
Pada ruang
utama lantai 1 perubahan sama seperti pada lobby yaitu pada lantai dan
langit-langit. Namun pada bagian timur gedung beberapa pintu yang telah
dihilangkan pada Buddha bar ditutup kembali dengan tembok dan penambahan
dekorasi. Dan ada penambahan dua pintu dikarenakan adanya penambahan ruang pada
bagian belakang, pada saat Buddha bar pintu masih berjumlah satu.
Pada bagian
barat gedung difungsikan sebagai bar bernuasa eropa. Awalnya menggunakan nuansa
eropa namun karena Pak Anhar selaku pengelola saat ini mendapat poster film
Suzie Wong yang merupakan favoritnya akhirnya nuansanya diubah menjadi nuansa
chinese agar menyesuaikan poster. Perubahan yang sangat signifikan terlihat
dari jendela besar yang dihilangkan pada periode Tugu Kunstkring
sedangkan ruang tambahan
pada sisi barat terjadi semenjak periode BuddhaBar. Serta terjadi penambahan
lift yang sudah dilakukan saat periode Buddha bar.
Perubahan Fungsional Kunstkring
Untuk perubahan
fungsional, secara keseluruhan Buddhabar berfungsi sebagai restoran dengan
konsep Buddha sedangkan Tugu Kunstkring Palais dikembalikan fungsinya sebagai
galeri namun ada restoran untuk menghidupi atau membiayai perawatan gedung ini.
2004-2011
2013-
Lantai Dasar Gedung Kunstkring
Kiri: periode Buddha bar, Kanan: periode Tugu Kunstkring
Fungsi macam-macam ruangan kurang lebih sama yang
berbeda hanya pada:
1.
Resepsionis dan ruang tunggu : pada periode Buddha bar
ruangan ini selain berfungsi sebagai resepsionis dan ruang tunggu juga
difungsikan sebagai galeri. Namun pada periode Tugu Kunstkring ruangan ini
hanya berfungsi sebagai resepsionis adan ruang tunggu saja
2.
Bar : pada periode Buddha bar, area bar mencangkup sebagian
ruang utama dan bagian sisi barat. Namun pada periode Tugu Kunstkring area bar
mencangkup bagian sisi barat dan ruangan tambahan.
3.
Dinning room : pada periode Buddha bar dinning room seakan
terpisah-pisah. Namun pada periode Tugu Kunstkring karena bar dipindahkan ke
bagian barat maka area ruang utama secara keseluruhan difungsikan sebagai area
dinning room
4.
Tempat makan outdoor : pada periode Buddha bar serambi bagian
timur digunakan sebagai tempat makan outdoor. Namun pada periode Tugu
Kunstkring area ini berubah menjadi toko souvenir
2004-2011
2013-
Lantai Dua Gedung Kunstkring
Kiri: periode Buddha bar, Kanan: periode Tugu Kunstkring
1.
Bar : pada periode Buddha bar, bagian bar ini digunakan
sebagai sushi bar. Namun pada periode Tugu Kunstkring, bar berubaha menjadi bar
minuman
2.
Dinning room : pada periode Buddha bar, bagian bar ini
digunakan sebagai area dinning room. Namun pada periode Tugu Kunstkring,
ruangan utama ini lebih bersifat multifungsional tergantung kebutuhannya bisa
digunakan sebagai ruang pameran dan sebagai tea room
3.
VIP room : pada periode Tugu Kunstkring selain berfungsi
sebagai ruang VIP juga dimanfaatkan sebagai ruang pameran
Daftar Pustaka
W. Agustinus
Leonardo, Dipl. Ing, Han Awal. 2016. Perubahan
pada Revitalisasi Cagar Budaya. Depok: Universitas Indonesia