Minggu, 29 Juli 2018

Revitalisasi Gedung Tugu Kunstring Paleis


Revitalisasi Gedung Tugu Kunstkring Paleis

Pendahuluan
Proses revitalisasi adalah memasukkan fungsi baru kedalam bangunan tersebut maka fungsi tersebut harus bisa menghidupkan dan membiayai bangunan itu sendiri. Oleh karena itu fungsi biasanya merupakan komersil. Banyak yang menggunakan bangunan cagar budaya sebagai tempat komersil karena memang fungsi awalnya sebagai tempat komersil atau ingin memanfaatkan suasana yang dibentuk oleh bangunan tersebut.
Revitalisasi sering disamakan dengan adaptive re-use karena memasukkan fungsi baru yang sesuai ke dalam bangunan cagar budaya. Adaptive sendiri berasal dari kata adapt yang berarti penyesuaian, sehingga secara sederhana adaptive re-use bisa diartikan penggunaan kembali dengan penyesuaian. Menurut Steven Groak (1992) adaptasi ini menurutnya adalah kemampuan ruang untuk menyesuaikan fungsi sesuai dengan penggunanya. Dengan kata lain fungsi ruang dapat berubah-rubah sesuai dengan penggunanya walaupun pada tahap awal telah ditentukan fungsinya. Sedangkan dalam proses konservasi yang dimaksud dengan adaptive re-use bukan hanya ruang tersebut yang mengikuti fungsi tetapi juga sebaliknya yaitu fungsi yang akan dimasukan disesuaikan dengan ketersediaan ruang yang ada. Sehingga apabila akan dilakukan penyesuaian ruang mengikuti fungsi tersebut tidak terlalu banyak yang diubah.
Berdasarkan lapisan bangunan yang dikemukakan oleh Brand (1994), yang memungkinkan untuk diubah dalam revitalisasi adalah skin (hanya interiornya), service, space plan, dan stuff. Mengenai apa saja yang boleh untuk dilakukan perubahan harus disesuaikan dengan pada golongan apa bangunan itu digolongkan. Namun sayangnya belum ada aturan secara mendetail dan perjanjian secara tertulis bagian bagian apa saja yang boleh dirubah dan bagaimana merawat suatu bangunan cagar budaya.






Sejarah Gedung Tugu Kunstkring

Gedung Tugu Kunstkring mulai dibangun pada 1913, setelah NV De Bouwploeg menghibahkan sebidang tanah yang strategis di Entrée Gondangdia yang baru saja dikembangkan. Lahan tersebut diberikan karena Moojen di samping mengerjakan tugasnya sebagai seorang arsitek maupun planolog, ia juga banyak bergaul dengan seniman dan pecinta seni di Batavia. Bersama-sama kawan-kawanya, pada 1907, Moojen mendirikan Lingkar Seni Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Kunstkring). Tiga tahun pertama, Moojen menjadi sekretaris perkumpulan tersebut. Empat belas tahun seterusnya, dia menjabat ketua.
P.A.J. Moojen, selain ditunjuk oleh perkumpulan tersebut sebagai ketua sekaligus sebagai arsitek gedung tersebut. Gedung Bataviasche Kunstkring diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Willem Frederik Idenburg pada 17 April 1914. Pada saat peresmian tersebut dibarengi dengan gelaran pameran pertama yang terdiri dari karya-karya pelukis Belanda yang lahir di Hindia Belanda. Ruang-ruang di gedung yang luas juga dipergunakan untuk pertunjukan musik dan ceramah. Buku-buku tentang kesenian dikumpulkan dalam perpustakaan khusus untuk melayani masyarakat yang berminat. Gedung ini lantas menjadi pusat berkumpulnya para pecinta seni amatir, untuk mengadakan pertunjukan musik, belajar seni, memamerkan karya mereka, atau sekadar mencari inspirasi.
Sejarah juga mencatat, bahwa fungsi gedung ini pernah mengalami perubahan. Kunstkring berfungsi sebagai pusat seni berlangsung hingga tahun 1936. Ia sempat digunakan sebagai kantor pusat Madjlis Islam Alaa Indonesia (1942-1945) dan kemudian menjadi Kantor Imigrasi Jakarta Pusat (1950-1997), sebelum kemudian terkena ruilslag lalu berpindah kepemilikan ke tangan swasta. Saat pengalihan status ini, gedung ini sempat terbengkelai dan dijarah, lalu kembali dipugar dan diresmikan pada tahun 2007. Kemudian gedung ini pernah menjadi Budha Bar yang namanya sempat menjadi kontroversi dan diprotes oleh umat Buddha.
Sejak April 2013, bangunan legendaris Bataviasche Kunstkring ini telah dibuka kembali dengan nama Tugu Kunstkring Paleis, dan dibawa kembali ke kehidupan awalnya menjadi gedung seni yang cantik oleh Tugu Hotels & Restaurant Group. Tanpa mengubah keindahan arsitekturnya, pengelola menyegarkan suasana dalam gedung melalui interior klasik yang megah dan mengisinya dengan koleksi karya seni yang indah. Hal ini untuk menciptakan suasana yang selaras dengan tujuan didirikan Tugu Kunstkring Paleis ini, yaitu seni, jiwa, dan romansa Indonesia.



Tampak Gedung Kunstkring
 




Perkembangan Kunstsring






      Perubahan Periode Konservasi-Buddha bar
Pada periode Buddha bar terjadi penambahan dan perubahan di beberapa bagian gedung Kunstkring. Untuk interiornya yang berubah cukup signifikan adalah pelapisan dinding dan lantai. Maksud dari pelapisan dinding dan lantai ini agar tidak merusak bangunan utama. Perubahan-perubahan ini meliputi:





2004
 


2004-2011
 



Lantai Dasar Gedung Kunstkring konservasi-Buddhabar
Kiri: periode konservasi, Kanan: periode Buddha bar






2004
 



2004-2011
 





         Lantai dua Gedung Kunstkring konservasi-Buddhabar
Kiri : periode konservasi, Kanan : periode Buddhabar

  
Pada periode ini terjadi perubahan yang tidak sesuai dengan aturan dan syarat-syarat konservasi. Yaitu penambahan gedung baru sebagai dapur yang menempel dengan bangunan utama, penambahan lift, penambahan teras, dan penghilangan pintu. Namun ada beberapa juga yang sifatnya reversible dan sesuai aturan yaitu pelapisan bagian dinding, lantai, plafon.



Perubahan Periode Buddhabar-Tugu Kunstkring









                       2004-2011                                                            2013-
Lantai dua Gedung Kunstkring Buddhabar-Tugu Kunstkring
Kiri : periode Buddhabar, Kanan : periode Tugu Kunstkring

Pada perbandingan gambar diatas bisa terlihat bagian-bagian mana saja yang telah terjadi perubahan pada periode Buddha bar namun tetap dipertahankan, ada yang dirubah lagi, dan perubahan baru yang terjadi pada periode Tugu Kunstkring. Bagian perubahan yang tetap dipertahankan antara lain dihilangkannya tembok pada bagian resepsionis, teras bagian depan, penambahan lift, penambahan bangunan baru sebagai dapur, perubahan letak pintu bagian utara. Perombakan perubahan terjadi pada bagian sisi timur dan barat, pada periode Buddha bar ini merupakan serambi dan tempat makan outdoor namun pada periode Tugu Kunstkring serambi ini ditutup bagian sisi timur dialih fungsikan menjadi toko souvenir dan sisi barat menjadi bar. Sedangkan perubahan baru terletak pada tembok sisi barat dan utara ruangan utama. Pada periode Buddha bar sisi barat pintu dihilangkan sehingga sedangkan pada periode Tugu Kunstkring tembok ini ditutup kembali. Beberapa perubahan ini sifatnya reversible tapi ada beberapa perubahan juga yang menempel pada bangunan utama.
                       
Perubahan Periode Konservasi -Tugu Kunstkring
Apabila membandingkan langsung saat periode konservasi dengan periode Tugu Kunstkring yang sekarang banyak sekali perubahan yang terjadi. Untuk menghadirkan kesan megah dan menghadirkan unsur kerajaan maka Pak Anhar menghadirkan unsur keraton Mangkunegara dan unsur chinese (karena ia berasal dari etnik tionghoa).


Unsur keraton dibalut dengan nuasa emas sedangkan unsur chinese dengan nuasa merah.


 



Gedung Kunstkring
Kiri: periode konservasi, Kanan: periode Tugu Kunstkring

Terjadi perubahan terutama pada warna cat dan penambahan ornamen yang bertujuan untuk dekoratif. Penambahan canopy pada pintu bagian atas dimaksudkan sebagai dekoratif saja bukan merupakan fungsional. Penambahan warna emas memberi kesan megah pada gedung guna menyesuaikan sasaran pengguna gedung yaitu golongan menengah keatas.
Pada lobby terlihat perubahan pada penurunan level langit-langit dan perubahan lantai. Penambahan langit-langit ditujukan untuk menutupi pemasangan ducting ac dan electrical. Perubahan ini terjadi pada keseluruhan gedung, dan sudah terjadi semenjak periode Buddha bar. Sesuai dengan konsep awalnya yaitu kemegahan interiornya dibalut dengan nuansa emas dan merah untuk memberikan kesan mewah seperti di kerajaan. Sedangkan perubahan pada lantai dengan menggunakan lantai kayu agar memberikan kesan mewah dan penyerasian.
Pada ruang utama lantai 1 perubahan sama seperti pada lobby yaitu pada lantai dan langit-langit. Namun pada bagian timur gedung beberapa pintu yang telah dihilangkan pada Buddha bar ditutup kembali dengan tembok dan penambahan dekorasi. Dan ada penambahan dua pintu dikarenakan adanya penambahan ruang pada bagian belakang, pada saat Buddha bar pintu masih berjumlah satu.
Pada bagian barat gedung difungsikan sebagai bar bernuasa eropa. Awalnya menggunakan nuansa eropa namun karena Pak Anhar selaku pengelola saat ini mendapat poster film Suzie Wong yang merupakan favoritnya akhirnya nuansanya diubah menjadi nuansa chinese agar menyesuaikan poster. Perubahan yang sangat signifikan terlihat dari jendela besar yang dihilangkan pada periode Tugu Kunstkring


sedangkan ruang tambahan pada sisi barat terjadi semenjak periode BuddhaBar. Serta terjadi penambahan lift yang sudah dilakukan saat periode Buddha bar.

Perubahan Fungsional Kunstkring
Untuk perubahan fungsional, secara keseluruhan Buddhabar berfungsi sebagai restoran dengan konsep Buddha sedangkan Tugu Kunstkring Palais dikembalikan fungsinya sebagai galeri namun ada restoran untuk menghidupi atau membiayai perawatan gedung ini.








                             2004-2011                                                       2013-
Lantai Dasar Gedung Kunstkring
Kiri: periode Buddha bar, Kanan: periode Tugu Kunstkring

Fungsi macam-macam ruangan kurang lebih sama yang berbeda hanya pada:
1.      Resepsionis dan ruang tunggu : pada periode Buddha bar ruangan ini selain berfungsi sebagai resepsionis dan ruang tunggu juga difungsikan sebagai galeri. Namun pada periode Tugu Kunstkring ruangan ini hanya berfungsi sebagai resepsionis adan ruang tunggu saja
2.      Bar : pada periode Buddha bar, area bar mencangkup sebagian ruang utama dan bagian sisi barat. Namun pada periode Tugu Kunstkring area bar mencangkup bagian sisi barat dan ruangan tambahan.
3.      Dinning room : pada periode Buddha bar dinning room seakan terpisah-pisah. Namun pada periode Tugu Kunstkring karena bar dipindahkan ke bagian barat maka area ruang utama secara keseluruhan difungsikan sebagai area dinning room


4.      Tempat makan outdoor : pada periode Buddha bar serambi bagian timur digunakan sebagai tempat makan outdoor. Namun pada periode Tugu Kunstkring area ini berubah menjadi toko souvenir










                        2004-2011                                                             2013-
Lantai Dua Gedung Kunstkring
Kiri: periode Buddha bar, Kanan: periode Tugu Kunstkring

1.      Bar : pada periode Buddha bar, bagian bar ini digunakan sebagai sushi bar. Namun pada periode Tugu Kunstkring, bar berubaha menjadi bar minuman
2.      Dinning room : pada periode Buddha bar, bagian bar ini digunakan sebagai area dinning room. Namun pada periode Tugu Kunstkring, ruangan utama ini lebih bersifat multifungsional tergantung kebutuhannya bisa digunakan sebagai ruang pameran dan sebagai tea room
3.      VIP room : pada periode Tugu Kunstkring selain berfungsi sebagai ruang VIP juga dimanfaatkan sebagai ruang pameran






Daftar Pustaka

W. Agustinus Leonardo, Dipl. Ing, Han Awal. 2016. Perubahan pada Revitalisasi Cagar Budaya. Depok: Universitas Indonesia